PASANGKAYU — Guna mendapatkan solusi laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemkab Mamuju Utara (Pasangkayu). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasangkayu, menggelar Rapat pansus bersama tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Pasangkayu dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Barat, untuk lanjutan pembahasan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2017, di ruang Aspirasi DPRD, selasa (14/8/18).
Pada rapat laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemkab Mamuju Utara (Pasangkayu) oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sulbar, nomor 01.A/LHP/XIX.MAM/05/2018, per tanggal 22 Mei 2018, terdapat kejanggalan di halaman 90. Sebagaimana dalam laporan LHP Bahwa saldo beban utang per 31 Desember 2017, senilai Rp594.000.000, mengalami kenaikan 100 persen dibandingkan saldo per 31 Desember tahun 2016 senilai 0 rupiah.
Utang beban tersebut terdiri dari utang beban gaji kepada anggota DPRD. Maka dari akibat adanya
perubahan peraturan tentang hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017. Sebagaimana dalam laporan perubahan nilai tunjangan pimpinan dan anggota DPRD yang masih harus dibayarkan kekurangannya ditahun 2018, yakni tunjangan komunikasi intensif
untuk bulan September sampai dengan Desember 2017, senilai Rp.126.000.000. Tunjangan Transportasi senilai Rp 468.000.000.
Menanggapai hal tersebut, Ketua Fraksi Amanat Nasional H Uksin Djamaluddin SH,M.Si, mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu bersama anggota DPRD yang lain telah menanyakan hal ini kepada BPK.
“Kami telah menanyakan kepada BPK dan jawaban yang kami terima saat itu yakni mereka hanya menguji pada angka yang tertera pada lampiran yang disodorkan oleh Pemkab Pasangkayu,” kata H Uksin.
Ditempat yang sama juga Ketua Fraksi Partai Demokrat, Drs Aksan Yambu, atas kejadian menganggap BPK kurang teliti dalam memeriksa laporan keuangan yang
disodorkan Pemkab Pasangkayu, “atas kejadian tersebut kami anggap BPK lalai. Sebab BPK terkesan menerima begitu saja jumlah yang ada, tanpa menghitung nominal atau rincian
yang ada pada halaman 90 mulai bulan september-desember,” kata Aksan.
Ia Aksan menilai bahwa sesungguhnya ini bukan semata-mata hanya mengejar hak. Namun lebih kepada bagaimana perbaikan administrasi, sehingga tidak menimbulkan kekacauan dikemudian hari. “Sebab kalau ini sampai dibiarkan. Maka DPRD tidak bisa mengambil langkah untuk sampai ke Paripurna. Maka dari itu, kami sangat menyayangkan, kalau lembaga independen seperti BPK tidak becus dalam melakukan pemeriksaan, sehingga menimbulkan
kebingungan seperti yang terjadi saat ini. Sebab Pemkab juga mengaku telah melaksanakan sesuai prosedur. Walaupun langkah tersebut tidak sesuai dengan Perda yang ada,”
tegas Aksan.
Dalam kesempatan yang sama juga Ketua Pansus DPRD Pasangkayu H Syaifuddin Andi Baso SE,M.Si politis Partai Golkar, mengaku baru menerima tunjangan tersebut
langsung pada bulan November dan Desember, untuk September serta Oktober belum di terima.
“Maka dari itu, berdasarkan Perda nomor 2 tahun 2017, tentang pelaksanaan PP nomor 18 tahun 2017, kami anggota DPRD harus menerima tunjangan dari September sampai Desember. Namun kenyataan yang kami terima itu baru bulan November dan Desember,” kata Syaifuddin.
Lanjut Syaifuddin sampaikan bahwa pemberian tunjangan kepada Anggota DPRD itu harus merujuk pada Perda Bukan Perbub, yakni empat bulan harus terbayarkan dengan total keseluruhan Rp1.188.000.000 milyar tegas Syaifuddin.
Dalam rapat tersebut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Pasangkayu H Abidin S.Pd, M.Si bingung setelah mendapatkan serangan pertanyaan dari sejumlah anggota DPRD.
Olehnya itu, usai rapat pansus H Abidin, sampaikan bahwa ini hanya miskomunikasi, sehingga perlu diluruskan kembali ke BPK. “Insya Allah kam dalam TAPD bersama Ketua dan Anggota Pansus telah sepakat besok menemui kembali BPK, guna meluruskan persoalan ini,” tegas H Abidin. (Arif)
Editor : Supardi