PINRANG — Warga Pinrang merasa Salut dan berterimakasih untuk penyelenggara sedekah jum’at yang kembali membagikan nasi bungkus gratis di Masjid Al munawir Pinrang, jum’at (11/05/2018).
Sayangnya, sampah Styrofoam (gabus Pembungkus makanan) berserakan, padahal diketahui jenis sampah ini lama baru terurai oleh alam, dan diperlukan campur tangan manusia untuk mendaur ulang.
Salah satu warga Pinrang, Risal mengungkapkan, jika untuk mengantisipasi hal ini, perlu kiranya kesadaran dari masyarakat agar sampah-sampah bekas makanan tidak dibuang disembarang tempat.
“Kalau bisa, kedepan bisa sertakan brosur untuk menjaga kebersihan saat pembagian makanan, selain itu dikepanitiaan lebih bagusnya juga ada bagian kebersihan,” harapnya.
Seperti dilansir dari CNN Indonesia, bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia menyatakan penggunaan produk kemasan makanan berjenis styrofoam aman bagi kesehatan masyarakat. Hanya saja, BPOM mengajurkan agar masyarakat tidak terlalu sering mengonsumsi makanan yang dikemas styrofoam.
“Jangan terlalu sering menggunakan styrofoam, karena bagaimana pun ia mengeluarkan stirena,” kata Ani Rohmaniyati, Kasubdit Standarisasi Produk dan Bahan Berbahaya BPOM RI, di sela-sela pertemuan.
Stirena merupakan senyawa turunan benzena yang berbentuk cairan tak berwarna yang mudah menguap dan berisiko terhadap kesehatan. “Semakin sering menggunakan styrofoam, semakin kemungkinan terpapar stirena semakin banyak,” tutur Ani.
Zat stirena akan berpindah ke makanan yang akan dikonsumsi. Jika dikonsumsi dalam jumlah besar pada satu waktu, maka zat ini akan berbahaya bagi tubuh. Pada paparan kronis mempengaruhi sistem saraf pusat hingga kanker.
Meski demikian, Ani menambahkan, kadar stirena dalam styrofoam yang digunakan di Indonesia masih berada dalam batas aman.
Ani menyebut berdasarkan kajian BPOM pada 2009 terhadap 17 kemasan, polistirena yang beredar di Indonesia rata-rata mengandung residu 10-43 ppm. Jumlah ini merupakan perhitungan stirena dari kemasan yang bisa berpindah ke makanan. Batas aman residu yang ditetapkan WHO dan tidak menganggu kesehatan adalah 5.000 ppm. Artinya, penggunaan styrofoam di Indonesia masih dalam kategori aman dan tidak mengganggu kesehatan.
“Jadi penggunaannya masih sangat aman. Tapi, mesti dikelola dengan baik,” tutur Ani menambahkan.
Ani menyebut jumlah ini tidak berarti akumulasi lantaran setiap masuk ke dalam tubuh, zat itu akan langsung bereaksi dan dikeluarkan kembali. Zat ini menjadi tidak aman ketika melebih ambang batas 5.000 pmm dan dapat memicu kanker.
“Kami (BPOM) masih mengizinkan styrofoam digunakan untuk kemasan pangan,” ujar Ani.
Ani menyatakan BPOM akan terus melakukan kajian terhadap paparan polistirena dari styrofoam dalam konsumsi masyarakat.
Sebagai peringatan untuk tindakan kehati-hatian, masyarakat dihimbau memerhatikan tiga hal. Pertama, memerhatikan logo segitiga dengan kode ‘PS’ yang umumnya terdapat di kemasan makanan ‘styrofoam’, lalukedua, tidak menggunakan styrofoam dalam microwave, serta ketiga tidak menggunakan kemasan styrofoam yang rusak atau berubah bentuk untuk mewadahi makanan berminyak/berlemak apalagi dalam keadaan panas. (*)
Editor : Supardi