PAREPARE — Hiruk-pikuk pillkada di Kota Parepare semakin terasa. Hal ini bisa terlihat dari lobi-lobi politik untuk mencari dukungan dan membangun kekuatan hampir dilakukan oleh beberapa bursa bakal calon. Tidak ada yang salah memang membicarakan pilkada di manapun kita berada. Karena hal ini merupakan kebebasan berdemokrasi yang dilindungi oleh konstitusi, “berhak dipilih dan berhak memilih”.
Kontestasi pilkada di Kota Parepare sejak enam bulan terakhir diramaikan oleh beberapa nama kandidat, termasuk saya, H. Tasming Hamid, SE., MH. Beredar dan menyeruaknya nama saya tak lepas dari beberapa alasan yang mendasarinya. Salah satu dorongan kuat yang menjadikan saya ikut dalam peramaian bursa kandidat adalah permintaan dari tokoh masyarakat, rumpun keluarga serta konstituen di dapil yang menginginkan saya maju di pilkada 2018. Demi merespon positif dorongan tersebut, maka saya menindaklanjutinya dengan konstruksi metode kerja-kerja pilkada yang rasional dan terukur demi melihat potensinya lebih dalam lagi. Tentunya, potensi memenangkan pilkada.
Salah satu metode yang saya yakini bisa mengukur diri, kapasitas dan potensi memenangkan pilkada, adalah dengan melakukan riset (survei) terhadap preferensi atau perilaku pemilih di Kota Parepare. Sebelum Ramadhan 2017, saya telah memiliki data riset soal perilaku pemilih di Kota Parepare. Dengan dasar data tersebutlah, saya membentuk tim dan membuat program peningkatan elektabilitas. Setelah dua bulan bersama tim menjalankan program tersebut, kemudian kami melakukan evaluasi kembali atas kerja-kerja yang telah dilakukan. Hasilnya, kita berkesimpulan bahwa momentum pilkada 2018 belum menjadi waktu yang tepat bagi saya untuk menjadikannya jalan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat dengan kekuasaan sebagai kepala daerah. Saya sadar diri, jika sosok Tasming Hamid masih dipersepsi publik Parepare sebagai anak muda yang punya perjalanan politik yang masih panjang ke depan.
Oleh karena itu, kami bersama tim memutuskan untuk tidak ikut berkompetisi pada pilkada 2018 nanti. Kita akan mempersiapkan diri lebih matang lagi untuk menyongsong even-even politik lainnya, termasuk pilkada 2023 yang akan datang. Saya dan tim mengharapkan pilkada kali ini akan melahirkan pemimpin yang berkualitas serta pilkada yang bersih dan transparan yang pada akhirnya bisa memberikan kesejahteraan pada warga Parepare.
Pilkada dan Kesejahteraan
Pilkada dengan kesejahteraan mempunyai korelasi signifikan antara pemimpin yang terpilih dengan kondisi kesejahteraan rakyat. Karena pemimpin yang baik tidak hanya mengumbar janji akan memberikan kesejahteraan pada saat dan menjelang Pilkada, tapi membuktikan janji-janjinya saat dirinya memegang kekuasaan.
“Kami menjanjikan kesejahteraan rakyat, kami berikrar akan meminimalisir kemiskinan, kami memiliki program kesehatan dan pendidikan gratis untuk rakyat.”
Ungkapan inilah yang acapkali kita dengar keluar dari mulut kandidat yang belum terpilih di hadapan masyarakat. Namun belum tentu hal ini akan terealisasi setelah pemimpin tersebut menjabat kepala daerah.
Banyak yang mengkampanyekan untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), namun sangat jarang kandidat berkampanye bagaimana meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat per tahun. Padahal kalau pendapatan warga meningkat, maka akan jadi stimulus dalam peningkatan produksi barang dan jasa. Dengan demikian akan terjadi penurunan pada tingkat kemiskinan.
Salah satu cara untuk mencapai itu semua adalah dengan meningkatkan kualitas pilkada itu sendiri. Bagaimana upaya meningkatkan kualitas pilkada itu? Pertanyaan ini tak mungkin bisa dijawab jika apatisme masyarakat terhadap politik tinggi. Sikap diam dan kurangnya pemahaman politik masyarakat akan membuat merosotnya kualitas pilkada.
Kondisi tersebut bisa diperparah lagi jika dominasi modal besar serta kepentingan keluarga dan kroni para kandidat masih menjadi momok dalam menciptakan pilkada yang berkualitas. Cermin demokrasi dalam pilkada tak boleh sebatas pada kulitnya saja, tapi harus mencerminkan pilkada yang berorientasi memperbaiki taraf ekonomi warga, meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, bukan malah meningkatkan pendapatan perkapita pejabat dan kroni-kroninya.
Kita tak akan membiarkan pilkada hanya menciptakan lapangan kerja bagi dua kelompok saja setiap usai dilaksanakan, yaitu kepala daerah dan wakilnya. Sedangkan masyarakat tetap tidak mendapatkan hasil apapun dari proses panjang pilkada. Kita tak mau rakyat hanya menjadi objek politik bukan dijadikan subjek politik. Padahal suara sah itu milik rakyat yang seharusnya memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan arah ekonomi politik.
Meski tak ikut dalam kompetisi, saya berharap pilkada 2018 bisa melahirkan pemimpin yang bisa menyelesaikan persoalan mendasar warga Kota Parepare. Pemimpin yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat, serta problem mendasar lainnya. Kita rindu pemimpin yang kehadiran dan keteladanannya terasakan, yang tidak menampakkan jarak yang demikian jauh dari rakyatnya. Keteladanan yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan adalah dekatnya kata dan perbuatan. Semakin jauh yang dikatakan dengan yang diperbuat, maka semakin rendah nilai keteladanan. Kita berharap pemimpin yang terpilih kelak adalah pemimpin yang dapat menempatkan urusan rakyat sebagai agenda utama dalam setiap pengambilan kebijakannya.” Beber H. Tasming Hamid, SE., MH. Minggu (10/12/2017). (Udin)
Editor : Iswan