Jakarta – Kelangkaan dan naiknya harga garam di tanah air sejak beberapa bulan terakhir mestinya tidak perlu terjadi. Sejatinya 20 tahun silam pemerintah telah memikirkan pertambahan kebutuhan garam setiap tahunnya, karena pertumbuhan penduduknya.
Sehingga dengan kelangkaan saat ini pemerintah tidak perlu harus kebakaran jenggot. Menurut Pengamat Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar, kelangkaan itu buntut dari kealpaan pemerintah. Seharusnya Indonesia sudah bisa mengantisipasi kelangkaan stok komoditas pangan seperti garam yang sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini.
Semestinya kondisi sulitnya garam sudah bisa dilihat sejak 10 atau 20 tahun silam. Caranya dengan melihat data perkembangan penduduk. “Dengan melihat perkembangan penduduk, sehingga bisa dihitung berapa kebutuhan garam dari tahun ke tahun,” kata Hermanto kepada wartawan, Minggu (6/8).kmarin
Wakil Rektor bidang Sumberdaya dan Kajian Strategis IPB ini menjelaskan, selama beberapa tahun ini kapasitas produksi garam nasional hampir tidak ada penambahan yang siginifikan.
Kondisi ini menjadi tanggung jawab dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti itu harus mampu melakukan pembinaan terhadap petani garam untuk mengangkat hasil produksi garam lokal.
Dia menilai program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) belum efektif. Program itu baru seperti wacana proyek saja, bukan sesuatu yang betul-betul disiapkan seperti keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur.
“Saya kira belum efektif ya (Program PUGAR), baru kaya proyek saja gitu, bukan sesuatu yang istilahnya betul-betul disiapkan seperti halnya pemerintah sekarang serius bangun infrastruktur,” kata Hermanto.
Hermanto menyarankan solusi terbaik atas persoalan garam ini harus dilakukan dengan meningkatkan basis produksi garam, membina petani garam agar mampu bertani dengan baik, selain itu dukungan teknologi juga menjadi hal yang penting. (Jawapos)
Editor : Iswan clk