Perasaan cemas pasti kini tengah dialami para lajang alias jomblo. Apalagi, jika sudah mendekati usia matang atau bahkan terlewat matang untuk menikah. Serangan pertanyaan keluarga yang bertubi-tubi bertanya “kapan kawin” saat lebaran pasti membuat benteng pertahanan rubuh juga.
Ayo mengaku saja, di dalam hati sebetulnya saat ada pertanyaan itu ingin rasanya segera pergi. Pasti ada anggapan pula di hati para jomblo, mengapa semakin banyak generasi “kepo” yang serba ingin tahu di era digital saat ini. “Ini masalah budaya dan kultur. Kalau di barat kulturnya individualis. Jadi ini bukan kepo,” katanya kepada JawaPos.com, Jumat (23/6).
Devie mencontohkan kutipan para petinggi di negara Timur di Malaysia dan Singapura. Bahwa keberhasilan masyarakat Timur, adalah jika berhasil membangun keluarga yang kuat. Bagaimana keluarga menjadi payung berlindung bagi seseorang.
“Pentingnya punya keluarga. Ada tempat mengadu. Bayangkan jika tak ada keluarga,” tukasnya.
Karena itu, lanjutnya, angka bunuh diri di Indonesia cenderung lebih rendah ketimbang di kalangan masyarakat Barat. Hal itu karena adanya tempat mengadu dan mencurahkan hati yaitu keluarga.
“Bagaimana jika gula atau garam habis, kita bisa meminta kepada keluarga. Bayangkan enggak punya keluarga hidup di kota besar,” jelasnya.
Karena itu, jurus menghadapi pertanyaan “kapan kawin”, sebaiknya apa yang dilakukan? Ini jawaban Devie.
“Jangan baper, tetap percaya diri, lempar dengan senyuman, berpikir positif, anggap semuanya adalah doa,” katanya. (*)
Editor : Iswan clk